matraciceni.com

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Struktur Tarif Cukai Rokok

Pemilik warung kelontong menata rokok di Jakarta, Selasa (14/12/2021). Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan ditetapkan naik oleh pemerintah. Rata-rata kenaikannya sebesar 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan ini sudah disetujui oleh Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Foto: Agung Pambudhy

Jakarta -

Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang penerapan struktur tarif cukai rokok karena dinilai kurang efektif. Hal ini terlihat dari turunnya penerimaan negara cari Cukai Hasil Tembakau pada awal tahun ini.

Realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) per Februari 2024 tercatat sebesar Rp39,5 triliun atau lebih rendah 6,6% dibandingkan setoran CHT periode yang sama tahun lalu. Tren ini konsisten dengan realisasi penerimaan CHT 2023 yang hanya mencapai Rp213,5 triliun atau lebih rendah 2,4% dibandingkan pencapaian di tahun 2022.

Penurunan penerimaan CHT juga sejalan dengan peralihan konsumsi rokok dari golongan tertinggi ke golongan 2 atau yang lebih murah di bawahnya (downtrading). Tren ini dinilai akan terus berlanjut apabila tidak ada perubahan pada struktur tarif cukai yang mendorong tingginya perbedaan harga rokok antar golongan di pasaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo, mengingatkan agar pemerintah untuk tidak buru-buru mengklaim turunnya penerimaan cukai sebagai keberhasilan mengurangi eksternalitas rokok. Ia menilai bahwa sejumlah variabel lainnya juga perlu diperhatikan, seperti data konsumsi rokok harian yang tak kunjung mengalami perubahan, yaitu sebanyak 12 batang per hari dari tahun 2022 hingga 2023.

Berdasarkan data tersebut, Kun menyimpulkan bahwa realisasi penerimaan CHT mengalami penurunan dan sebaliknya jumlah konsumsi rokok tetap tinggi. "Artinya cukai rokok saat ini tidak efektif digunakan sebagai instrumen fungsi budgetair (untuk penerimaan negara) dan fungsi regulerend (untuk mengatasi ekternalitas dengan mengurangi jumlah perokok). Pemilu pun tidak cukup untuk bisa mengangkat penerimaan cukai rokok, di mana pada periode sebelumnya pesta demokrasi biasanya berpengaruh signifikan dalam meningkatkan penerimaan cukai rokok," kata Kun di Jakarta, Minggu (2/6/2024).

ADVERTISEMENT

Kun mengatakan tren peralihan konsumsi ke rokok murah sudah berlangsung beberapa tahun belakangan dan seharusnya sudah disadari oleh pemerintah sejak awal serta disiapkan solusinya. Saat ini, intervensi kebijakan untuk menghentikan fenomena downtrading ini tidak dilakukan karena penurunan realisasi CHT masih dianggap sebagai keberhasilan dalam mengatasi eksternalitas.

Padahal, penurunan penerimaan CHT adalah dampak dari struktur kebijakan tarif cukai saat ini yang mendorong pabrikan rokok mengatur strategi bisnis yang paling menguntungkan, termasuk memanfaatkan tarif-tarif cukai yang lebih murah di seluruh kategori rokok.

"Fenomena ini menunjukkan bahwa kebijakan tarif rokok saat ini kurang optimal, baik sebagai instrumen untuk menurunkan jumlah perokok maupun sebagai instrumen untuk penerimaan negara," katanya.

Untuk membuat tarif yang ideal, Kun menjelaskan, perlu dilakukan analisis secara mendalam. "Untuk mengoptimalkan penerimaan CHT sekaligus mengatasi konsumsi rokok, perlu dilakukan reformulasi atau perubahan struktur tarif cukai rokok di Indonesia dari yang ada saat ini. Cukai rokok yang tepat ditunjukkan dengan keberhasilannya dalam meningkatkan penerimaan negara sekaligus menurunkan jumlah perokok di Indonesia," tutupnya.

(rrd/rir)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat