matraciceni.com

Kebijakan Bea Masuk 200% Harus Dibarengi Penegakan Hukum

Ilustrasi untuk impor atau ekspor.
Ilustrasi impor (Foto: Andy Li/Unsplash)

Jakarta -

Pemerintah berencana mengenakan pajak bea masuk beberapa produk dari China sebesar 200%. Salah satunya adalah produk tekstil yang dianggap menjadi biang kerok lesunya industri Dalam negeri.

Pemerintah diminta untuk berhati-hati menerapkan kebijakan tersebut. Jangan sampai karena salah satu industri kebijakan ini diterapkan keseluruh produk.

"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut. Setiap sektor industri kebijakannya atau pendekatannya harusnya beda-beda. Tidak bisa disamain begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya," kata Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto, Senin (1/7/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, langkah yang paling relevan yang harus dilakukan pemerintah yaitu mengidentifikasi persoalan disetiap sektor industri dengan dibarengi kajian yang mendalam.

"Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif. Ini penting dilakukan agar resep yang akan diterapkan efektif," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia memprediksi, potensi membanjirnya barang-barang ilegal sulit dibendung jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakkan hukum yang memadai.

"Setiap kebijakan yang dikenakan pajak sampai 200%, maka pasti akan banyak masuk barang illegal, industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri, kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya apakah pemerintah siap dengan penegakkan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" tanya dia.

Darmadi kembali mengingatkan, ada sejumlah sektor industri selain tekstil yang jika kebijakan tersebut diterapkan justru berpotensi bakal mengancam keberlangsungan bisnis mereka.

"Contohnya seperti kosmetik, elektronik dan alas kaki jelas terancam. Perlu strategi atau pendekatan kebijakan yang berbeda untuk industri tersebut. Jadi tidak boleh semua industri diperlakukan sama untuk kebijakan importnya. Jangan sampai kebijakan itu justru mengancam industri lainnya," tegas Darmadi.

(das/das)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat