matraciceni.com

Produk Tekstil dari China Mau Dipajaki hingga 200%, Mampu Atasi Badai PHK?

Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)

Jakarta -

Pemerintah berencana memungut pajak hingga 200% untuk produk tekstil yang diimpor dari China. Hal ini bertujuan memerangi banjirnya impor dari Negeri Tirai Bambu itu yang menyebabkan industri tekstil terkena badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) mendukung kebijakan pajak jumbo itu untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, menurutnya tidak cukup hanya sekedar menetapkan pajak impor yang besar.

Ketua Umum Apsyfi Redma Gita Wirawasta mengatakan masalah utama yang harus diberantas untuk melindungi industri dalam negeri adalah impor ilegal. Karena kondisi industri tekstil saat ini kalah bersaing dengan banjirnya produk dari impor ilegal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini justru masalah utama kita adalah impor ilegal yang masuk lewat cara borongan/kubikasi, pelarian HS dan under invoicing. Jadi hal ini bisa saja diterapkan tapi harus dibarengi dengan perbaikan kinerja Bea Cukai untuk memberantas impor ilegal," kata dia kepada , Senin (1/7/2024).

"Tidak bisa dengan BMTP (Bea Masuk Tindakan Pengamanan) dan BMAD (Bea Masuk Antidumping) saja," tambah dia.

ADVERTISEMENT

Selain itu, menurut Redma, selain pajak harus diikuti juga dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor. Pihaknya mengusulkan revisi aturan tersebut untuk memerangi permainan importir ilegal.

"Aturan BMTP dan BMAD harus diikuti revisi Permendag 8 untuk menambal celah yang selama ini menjadi permainan para importir dan oknumnya di Bea Cukai. Dan yang lebih terpenting adalah pemberantasan mafia impor untuk menanggulangi impor ilegal," jelas dia.

Menurut dia, revisi Permendag untuk aturan pengendalian impor harus dilakukan secara menyeluruh. Pertama dia menyarankan semua produk tekstil dan produk tekstil (TPT) (HS 50-63) dimasukkan ke dalam aturan Tata Niaga (Lartas) dan dilakukan pengawasan di pintu masuk (border) baik untuk API-P maupun untuk API-U.

Kedua, semua produk TPT (HS 50-63) baik untuk Angka Pengenal Impor (API-P) maupun Angka Pengenal Importir Umum (API-U) diberlakukan pertimbangan teknis merujuk pada peraturan teknis dari Kementerian Teknis.

Ketiga, API-P hanya diizinkan untuk mengimpor bahan baku dan barang intermediet (HS 50-60) dan API-U hanya diizinkan untuk mengimpor barang jadi (HS 61-63).

Keempat, perusahaan mitra utama harus tetap mengikuti aturan pengendalian impor, aturan ini hanya dikecualikan bagi perusahaan dengan fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) untuk importasi bahan baku selama hasilnya dijual untuk pasar ekspor.

"(Kelima) impor kain dan barang jadi motif batik tidak diberikan izin impor. (Keenam) Mengembalikan aturan barang bawaan dan barang kiriman seperti di Permendag 36 2023," pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menyebut akan dikenakan pajak jumbo untuk barang-barang yang diimpor dari China. Hal ini dilakukan untuk memerangi banjirnya impor produk tekstil dari Negeri Tirai Bambu itu.

Terkait apakah pengenaan pajak akan sampai 200%, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, mengatakan tidak menutup kemungkinan besaran pajak tersebut.

"Ya bisa saja (dikenakan 200%), tergantung hasil penyelidikannya. Kita tunggu dulu masih dalam proses," kata dia kepada , Sabtu (29/6/2024).

(ada/das)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat