matraciceni.com

Ini Alasan Pengusaha-Buruh DKI Minta Aturan Tapera Dicabut

Iuran Tapera Tetap Berjalan Meski Dikritik Warga
Ilustrasi - Foto: Getty Images/iStockphoto/Zephyr18

Jakarta -

Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Apindo Daerah Khusus Jakarta bersama sejumlah serikat pekerja menyerukan penolakan atas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bahkan keduanya meminta agar kebijakan tersebut dicabut oleh pemerintah.

Ketua DPP Apindo DKI Jakarta Solihin mengatakan pihaknya bersama serikat buruh menolak tegas implementasi aturan tersebut. Hal ini lantaran aturan itu dipandang malah akan menambah beban para pemberi kerja dan pekerja di sektor swasta.

Adapun Tapera sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS dan 0,5% ditanggung perusahaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terbitnya PP 21/2024 tentang Tapera 20 Mei 2024 yang lalu cukup mengejutkan dan menimbulkan polemik di pekerja dan pelaku usaha DKI Jakarta. Walau sudah diberikan beberapa narasi yang sama sebelumnya, bahkan beberapa draft sebelum ini, kita sudah sampaikan (penolakan), tapi 20 Mei ditanda tangan atas hal itu," ujar Solihin, dalam konferensi pers di Kantor DPP Apindo, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2024).

Solihin mengatakan, baik pelaku usaha maupun pekerja telah dibebankan sejumlah potongan. Berdasarkan perhitungannya, secara keseluruhan pekerja dan pengusaha telah dibebankan potongan hingga 18,24% s.d 19,74% yang terdiri atas potongan jaminan sosial dan tenaga kerja, jaminan hari tua (JHT), hingga jaminan kesehatan.

ADVERTISEMENT

Selain itu, menurutnya Tapera sebagai tabungan sendiri seharusnya bersifat sukarela, tak diwajibkan seperti aturan yang telah diteken Jokowi itu. Ia juga menyoroti tentang Tapera yang serupa dengan program BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT). Menurutnya, pemerintah lebih baik mengoptimalkan MLT ketimbang membuat program baru.

"Selama sosialisasi Tapera sejak 2016 DPP Apindo DKJ sudah sampaikan keberatan untuk perusahaan swasta. Karena atas potongan itu, BPJS Ketenagakerjaan telah menyampaikan program serupa yakni MLT. Dikhawatirkan Tapera ini malah jadi tumpang tindih, pungutannya akan menjadi beban tambahan," tuturnya.

"Sebagai asosiasi yang menaungi dunia usaha, dunia usaha dan pekerja yang terdampak, kami hendak sampaikan untuk membatalkan. Kita menuntut untuk membatalkan implementasi Tapera sebagai kewajiban," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Eri Wibowo mengatakan, dengan iuran Tapera tersebut belum tentu para pekerja bisa mendapatkan rumah. Berdasarkan perhitungannya, besaran uang yang akan terkumpul bahkan tidak sampai setengah dari harga rumah subsidi.

"Kami ASPEK Indonesia menyatakan menolak, alasannya pertama dengan iuran cuma segitu, belum tentu kita punya rumah. Dengan asumsi kita upahnya UMP sampai usia kita pensiun bekerja 35 tahun pun tak akan sampai," kata Eri, dalam kesempatan yang sama.

"Misalnya hitung-hitungan saya sampai dengan pensiun itu cuma Rp 52 jutaan dengan gaji UMP. Artinya dengan harga rumah sekarang, kemarin saya baru bertemu developer, harga rumah subsidi itu sekitar Rp 185 juta,itu yang di Bekasi, belum yang di Bandung. Itu nggak sampai dengan iuran segitu," sambungnya.

Selain itu, menurutnya sosialisasi aturan tersebut juga terbilang masih belum jelas, di mana banyak pertanyaan yang masih belum terjawab. Salah satunya, menyangkut akan dikemanakan uang pekerja apabila iuran tersebut tidak terpenuhi.

"Berikutnya kalau nggak sampai (terpenuhi iurannya seharga rumah), uangnya ke mana? Apakah dikembalikan ke pekerja atau bagaimana? Kita belum tahu juga. Itu pernyataan besar kami yang belum terjawab dalam undang-undang," ujarnya.

Simak Video 'Tepis Isu Dana Bapertarum Raib, Ombudsman Beri Penjelasan':

[Gambas:Video 20detik]

(shc/kil)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat