matraciceni.com

Wanti-wanti Industri Tekstil Jadi Korban Sektor Elektronik dan Microchip RI

Pameran tekstil dan garmen terbesar dan terlengkap di Indonesia, Indo Intertex resmi dibuka. Beragam teknologi mutakhir tersaji disini.
Ilustrasi/Foto: Dok. Indo Intertex

Jakarta -

Industri TPT serta industri elektronika dan industri pembuatan microchip merupakan industri yang juga harus terus dikembangkan secara bersama untuk mendukung industri manufaktur nasional. Ketiga industri tersebut memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia terutama industri TPT yang mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi.

Namun, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief mengingatkan, majunya salah satu sektor industri tidak boleh mengorbankan industri yang lainnya. Ia meminta jangan mengorbankan industri TPT demi mengembangkan industri elektronik dan industri pembuatan microchip.

"Jangan sampai industri TPT disubstitusi dengan industri elektronik dan industri pembuatan microchips karena industri tersebut sama-sama penting. Jadi, salah satu jangan ada yang dikorbankan," tegasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/6/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Febri juga menyoroti bahwa berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebenarnya telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.

"Sejak pemberlakuan Permendag 36/2023, kinerja industri TPT tumbuh bagus. Jadi, jangan pernah berpersepsi bahwa industri TPT tidak bisa rebound atau dianggap sebagai sunset industry," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Industri TPT merupakan sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja lebih dari 3,98 juta tenaga atau memberikan kontribusi sebesar 19,47% terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2023.

Pada triwulan I tahun 2024, industri TPT berkontribusi sebesar 5,84% terhadap PDB sektor manufaktur serta memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar US$ 11,6 miliar dengan surplus mencapai US$ 3,2 miliar. Dampak dari pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor dibandingkan sebelum pemberlakuan Permendag 36/2023.

Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton, turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada bulan April 2024. Impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.

Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024. Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan.

Khusus untuk industri tekstil, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022. Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.

Febri menyampaikan perlunya penguatan koordinasi pembuat kebijakan di Kementerian/Lembaga terkait industri TPT nasional. Penguatan koordinasi terutama dengan meningkatkan sensitivitas para pengambil kebijakan atas urgensi masalah banjir impor produk hilir yang sedang dihadapi oleh industri TPT saat ini.

(ily/eds)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat