matraciceni.com

Menperin Sindir Sri Mulyani yang Tak Konsisten soal PHK di Industri Tekstil RI

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Hannover
Foto: Ardhi Suryadhi/

Jakarta -

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita merespons pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil. Sri Mulyani sebelumnya menyebut duping menjadi salah satu penyebab terpuruknya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam negeri.

Agus mengaku setuju dengan itu serta mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan selama ini mendukung industri TPT nasional. Tapi, ia meminta Sri Mulyani konsisten dalam pernyataan dan kebijakannya guna mendukung dan melindungi industri dalam negeri.

Agus menerangkan, Kemenperin berupaya melindungi industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor menggunakan instrumen trade remedies. Misalnya melalui Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keberhasilan upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif, tidak cukup oleh Kementerian Perindustrian sendiri karena kewenangannya tidak hanya di Kementerian Perindustrian saja," tegas Menperin dalam keterangan tertulis, Jumat (21/6/2024).

Namun terdapat BMTP Kain yang masa berlakunya telah berakhir pada 8 November 2022 dan hingga saat ini belum terbit perpanjangannya. Meskipun perpanjangan BMTP Kain telah disetujui, namun hingga saat ini belum terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya.

ADVERTISEMENT

Menurut Agus di sinilah salah satu letak inkonsistensi pernyataan Sri Mulyani. Di satu sisi, kata Agus, Bendahara Negara menyalahkan praktik dumping yang dilakukan negara produsen TPT. Di sisi lain, Sri Mulyani lambat atau tidak kunjung membuat kebijakan untuk pengamanan pasar TPT di dalam negeri.

Agus juga menyoroti berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebenarnya telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional. Efektivitas pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor sebelum dan setelah pemberlakuan Permendag 36/2023.

Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada bulan April 2024. Impor tekstil juga mengalami penurunan dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.

"Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024," Menperin menerangkan.

Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024.

Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan. Khusus untuk industri tekstil, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022.

IKI merupakan indikator yang menunjukkan optimisme para pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan. Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.

Oleh karena itu, Menperin melihat ketidakkonsistenan pernyataan dan kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil dengan kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi.

"Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan," pungkasnya.

(ily/rrd)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat