matraciceni.com

Rupiah Terus Keok, Dolar AS Bisa Tembus Rp 17.000?

Rupiah semakin melemah di hadapan dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tembus Rp 16.178 siang ini, Selasa (16/4/2024).
Foto: Andhika Prasetia

Jakarta -

Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengatakan penyebabnya adalah konflik geopolitik dan kebijakan suku bunga The Fed. Lantas, apakah dolar AS bisa sampai menyentuh level Rp 17.000?

Kepada , dua pengamat keuangan menilai hal itu bisa saja terjadi. Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan Indonesia adalah negara yang sedang berkembang ekonominya, hal ini membuat nilai tukar rupiah sangat rentan terhadap dolar AS.

Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa saat ini pasar sedang berekspektasi akan terjadi satu kali pemangkasan suku bunga The Fed dalam kurun September-Desember 2024. Dalam kondisi terburuk, jika pemangkasan suku bunga tak terjadi, Ariston menilai sangat mungkin nilai tukar dolar tembus Rp 17.000.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang ekspektasi pasar bahwa akan terjadi 1 kali pemangkasan oleh The Fed antara bulan September-Desember 2024. Kalau terjadi di luar ekspektasi, artinya tidak ada pemangkasan, pasar tentu akan bereaksi atau merespon dengan masuk ke dolar AS. Angka 17.000 tidak terlalu jauh dari sini," ungkapnya, Kamis (20/6/2024).

Sementara Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai sangat mungkin The Fed membatalkan penurunan suku bunga. Sebab, Amerika Serikat (AS) saat ini sedang dilanda banyak persoalan di dalam negeri.

ADVERTISEMENT

Salah satunya, AS bakal melakukan Pemilihan Presiden pada 2024. Meningkatnya tensi politik nasional AS bisa berpengaruh terhadap pasar dalam negeri. Di sisi lain Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Amerika Serikat (AS) sempat direvisi menjadi 1,3$ pada kuartal I-2024.

"PDB Amerika direvisi di kuartal I-2024 menjadi 1,3%. Ini lebih kecil dari ekspektasi masyarakat dan ekonom, prediksi ekonomi Amerika bakal terus membaik nyatanya di luar dugaan," bebernya.

Di sisi lain, Ibrahim mengatakan bahwa satu aspek yang luput dari perhatian publik terhadap penyebab merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah perang dagang yang sedang terjadi antara Eropa, China, dan AS. Ketiga negara superpower ekonomi itu saat ini sedang meributkan perihal pasar kendaraan listrik. Salah satunya adalah soal pengenaan tarif di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian mobil listrik dari China.

"Kalau (dolar AS tembus) 17 ribu bisa terjadi kalau memang chaos. Karena ini sebenarnya permasalahan kiblatnya ke Asia, terjadi perang dagang," tuturnya.

Tapi, Ibrahim mengatakan perekonomian Indonesia tidak akan langsung krisis jika pada nilai tukar dolar AS memang tembus Rp 17.000 krisis. Sebab, lewat sejumlah regulasi baru, mayoritas obligasi yang diterbitkan pemerintah kini didorong untuk dibeli perbankan swasta maupun negeri pemerintah. 70% surat utang pemerintah kini dibeli oleh investor dalam negeri sementara 30% sisanya oleh investor asing.

Meskipun demikian di tengah situasi ini, Ibrahim menyarankan pemerintah dan BI juga menempuh berbagai upaya. Mulai dari mengendalikan inflasi, menggelontorkan bantuan sosial, bantuan langsung tunai (BLT), sampai mengembangkan UMKM sebagai backbone perekonomian.

"BI juga harus menstabilkan rupiah dengan cara strategi bauran, melakukan intervensi di pasar perdagangan terutama valuta asing dan obligasi. Dan menurut saya, BI jangan takut menaikkan suku bunga walaupun kenaikan suku bunga akan mendapat kritikan dari para ekonom. Oleh karena itu yang harus dilakukan BI adalah menstabilkan mata uang rupiah," pungkasnya.

(das/das)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat