matraciceni.com

KAI Lapor Sudah Kantongi PMN Rp 17,7 T Selama 2015-2022, Dipakai Buat Apa?

Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/)
Foto: Rachman Haryanto

Jakarta -

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melaporkan telah menerima suntikan dana tunai Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak Rp 17,7 triliun dalam periode 2015 sampai 2022.

Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan, dana tersebut keseluruhannya digunakan untuk eksekusi penugasan Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

"Mengenai realisasi PMN sebelumnya, dalam periode 2015 sampai 2022 total PMN yang sudah diterima Rp 17,7 triliun. Seluruhnya terkait penugasan PSN yaitu LRT Jabodebek dan KCB," kata Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DJKN dan Komisi XI DPR RI, di Senayan Jakarta, Senin (1/7/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam paparan yang disajikan Didiek, tercatat pada tahun 2015 KAI menerima PMN sebesar Rp 2 triliun yang digunakan untuk dukungan pembangunan LRT Jabodebek. Hal ini berdasarkan pada PP No. 131/2015 Perubahan terakhir PP No. 59/2017.

Lalu pada 2017 KAI kembali menerima dukungan PMN sebesar Rp 2 triliun, lagi-lagi untuk pembangunan LRT Jabodebek. Hal ini berdasarkan pada PP No. 59/2017. Kemudian pada tahun 2018 BUMN perkeretaapian ini Kembali mendapat suntikan ana ebesar Rp 3,6 triliun untuk dukungan pembangunan LRT Jabodebek.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya pada 2021, KAi Kembali menerima dana PMN sebesar Rp 6,9 triliun yang terdiri atas Rp 2,6 triliun untuk LRT Jabodebek dan Rp 4,3 triliun untuk proyek KCJB. Hal ini berdasarkan pada PP No. 119 tahun 2021 yang bertujuan untuk pemenuhan cost overrun LRT Jabodebek dan penambahan Base Equity Proyek JCJB.

Terakhir, KAI menerima PMN sebesar Rp 3,2 triliun pada tahun 2022 untuk pemenuhan cost overrun proyek KCJB. Hal ini berdasarkan pada PP No. 62 tahun 2022. Didiek mengatakan, pada tahun 2024 ini pihaknya kembali mengajukan PMN sebesar Rp 2 triliun untuk kebutuhan pengadaan sarana kereta api rel listrik (KRL).

Kebutuhan tersebut merupakan rencana investasi sarana KRL dan penggunaan PNM. Secara keseluruhan, kebutuhan investasi hingga tahun 2027 mencapai Rp 9,18 triliun. Menurutnya, kebutuhan investasi akan memuncak pada 2025 di mana pada semester I 2025 mencapai Rp 2,37 triliun dan semester II mencapai Rp 3 triliun.

"Sementara di semester II 2024 ini ada kebutuhan Rp 810 M sehingga pemenuhan PMN tahun ini Rp 2 triliun merupakan persiapan kami di semester II 2024 dan di semester I 2025. Sehingga, pemenuhan kebutuhan ini betul-betul sesuai waktunya dan akan kami serap sesuai government yang berlaku," jelasnya.

Didiek mengatakan, pengajuan PMN ini berangkat dari kondisi kepadatan penumpang KRL sangat tinggi dan telah melampaui kapasitasnya. Hal ini khususnya pada saat jam peak hour antara jam 6.00-8.00 pagi, yang sudah melebar ke jam 9.00 pagi, serta jam 16.00-20.00. Okupansi di jam biasa tembus 71% sedangkan di peak hour di 129%.

"ITB pernah memprediksi 1,1 juta penumpang sehari dan jika tidak terdapat pengadaan sarana maka okupansi pada peak hour dapat mencapai 242% (2027). Untuk itu diperlukan pengadaan untuk replacement sehingga sampai 2027 dibutuhkan tambahan 37 trainset," ujarnya.

Adapun saat ini mayoritas KRL RI sudah berusia di atas 30 tahun karena kereta-kereta yang kita operasikan saat ini. Hal ini lantaran saat Indonesia mengimpor KRL di waktu lampau sudah bukan merupakan kereta baru.

Ditambah lagi, hingga tahun 2027 akan terjadi tren kenaikan penumpang KRL. Pada tahun 2025 diperkirakan penumpang KRL atau Commuter Line akan naik sekitar 5% menjadi 362 juta penumpang. Lalu di 2026 mencapai 398 juta penumpang, dan di 2027 akan mencapai 410 juta penumpang.

"Kepadatan penumpang baik di KRL maupun di stasiun yang mengakibatkan penurunan tingkat kenyamanan penumpang dan peningkatan risiko keamanan penumpang. Kepadatan semakin sering sehingga perlu dilakukan penambahan sarana," ujarnya.

(shc/fdl)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat