matraciceni.com

Menebak Arah Industri Rokok RI

Ilustrasi rokok
Foto: Dok. REUTERS/Christian Hartmann/Illustration

Jakarta -

Media nasional terkemuka kembali menggelar acara diskusi Leaders Forum 2024. Kali ini tema yang diangkat 'Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak'.

Dengan menghadirkan para narasumber yang kompeten, forum ini membahas banyak hal, mulai dari tren industri tembakau, dampak perubahan regulasi di industri tembakau, penanganan akses anak di bawah umur terhadap rokok, hingga kontribusi industri tersebut ke perekonomian Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim. Isy mengatakan produk tembakau berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 mencapai Rp 213,48 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, dia menilai besarnya konsumsi rokok dan produk tembakau menjadi peluang dan tantangan bagi Indonesia. Di satu sisi, Indonesia membutuhkan penerimaan negara yang signifikan. Di sisi lain, produk tembakau, khususnya rokok dapat merugikan kesehatan masyarakat.

"Dampak produk tembakau dapat merugikan kesehatan masyarakat, tapi ada kondisi yang bertolak belakang. Di satu sisi kita memerlukan penerimaan negara signifikan, tapi di sisi lain produk akhir tembakau yaitu rokok dapat merugikan kesehatan," kata Isy dalam acara Leaders Forum 2024 di Aruha Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

ADVERTISEMENT

Untuk itu, pemerintah perlu mengatur pengendalian produk tembakau agar sesuai peruntukan. Menurut Isy, pengendalian tersebut dapat tercapai apabila ada dukungan dari sisi hilir maupun hulu.

Sayangnya, masih ada 400 regulasi yang menahan laju pertumbuhan industri tembakau. Hal ini disampaikan oleh Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria.

"Ini highly regulated industri hasil tembakau (IHT) ini. Menurut catatan temen-temen asosiasi dan industri ada hampir 400 regulasi yang mengatur dan menahan laju pertumbuhan industri ini," ujar Merri.

Merri mengatakan regulasi sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Tembakau) dinilai sudah keras mengatur produk tembakau. Namun, sosialisasi belum dapat dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, dia berharap seluruh stakeholder memperhatikan hal ini sehingga implementasinya berjalan dengan baik.

"Harapan kami di Kemenperin, seluruh stakeholder bertanggung jawab dalam implementasi dan sosialisasikan regulasi yang hampir mencapai 400 ini, sehingga pada level implementasinya tidak ada tarik ulur lagi," terangnya.

Senada, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) menilai aturan terbaru tidak jauh berbeda dengan aturan yang lama, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012. Ketua Umum GAPRINDO Benny Wachyudi mengatakan dalam aturan yang lama itu juga telah mengatur terkait pengendalian rokok bagi kesehatan secara lengkap. Hanya saja, pelaksanaannya di lapangan kurang diawasi dengan baik.

"Peraturan yang lama cukup lengkap, tapi pelaksanaannya di lapangan tidak dimonitor dengan baik, misalnya rokok untuk anak sudah dilarang dijual di bawah 18 tahun di PP 109. Sebenarnya ini harus dilakukan dengan semua pihak ikut teredukasi," kata Benny.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar aturan terkait industri tembakau dibuat secara terpisah. Menurutnya, saat ini aturan tersebut masih bergabung dengan aturan terkait pengendalian rokok untuk kesehatan, misalnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023.

"Kami berharap terpisah dari yang sekarang tergabung RPP Kesehatan, ini digabung semua. Ini memang tujuannya bagus, tapi rokok kan anti kesehatan, kenapa disitu juga?" tanyanya.

Di sisi lain, dia mengakui regulasi terkait industri tembakau cukup menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Dia menjelaskan dengan adanya peraturan baru, belum tentu dapat menekan prevalensi perokok anak-anak.

Terkait, pengendalian rokok terhadap anak-anak, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengusulkan agar pemerintah merancang regulasi wajib menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) bagi masyarakat yang hendak membeli rokok. Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan usulan itu dinilai dapat menekan prevalensi perokok anak-anak di bawah umur.

"Ketika mereka sudah baju bebas kalau sudah didukung regulasi apakah itu Perda atau Nasional. Kita tanyakan KTP atau ID itu paling gampang," ujar Roy.

Roy menjelaskan aturan tersebut harus berasal dari pemerintah. Apabila ritel memberlakukan inisiatif tersebut, Roy menyebut pihaknya dapat dianggap semena-mena. Dia menyatakan siap jika pemerintah benar-benar menerapkan aturan tersebut di kemudian hari.

"Kita di ritel siap menjadi lokomotif untuk pengaturan seperti itu supaya anak yang tidak pakai baju seragam kita tangani, kita bisa buat poin-poinnya kemudian itu menjadi satu Perda, kita siap lakukan itu," imbuhnya.

Regulasi terkait industri rokok menjadi penentu arah perkembangan industri tersebut ke depannya. Ekonom Center of Industry, Trade and Investment INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan industri tersebut menjadi salah satu sektor usaha yang paling banyak diatur (high regulated) di Indonesia.

Bahkan regulasi terkait rokok ini menentukan 78% harga rokok per batang yang beredar. Aturan yang dimaksud mulai dari pengenaan bea cukai, kemudian pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak lainnya.

"Jadi bayangkan regulasi bisa sangat menentukan arah perkembangan industri rokok ke depannya," ucap Ahmad.

Meski begitu, Ahmad tidak memungkiri di bawah berbagai tekanan regulasi itu industri rokok masih sangat berkembang di Indonesia. Bahkan saat ini industri hasil tembakau (IHT) tidak hanya menghasilkan rokok konvensional saja, tapi ada juga rokok elektrik dan berbagai produk turunan lainnya.

(das/das)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat