matraciceni.com

Anggota DPR Kritik Kado Tambang buat Ormas, Bahlil Sebut Banyak yang Minta

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia - Foto: Ilyas Fadilah/

Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dicecar sejumlah Anggota Komisi VI DPR buntut pemberian Wilayah Izin Usaha Pertamabangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada Ormas Keagamaan.

Salah satu kritikan datang dari Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI-P Harris Turino. Harris mengatakan, dirinya telah mendengar berkali-kali penjelasan Bahlil atas persoalan ini secara meyakinkan bahwa sudah sesuai peraturan perundang-undangan.

Namun demikian, ia juga mendengar ada menteri senior lain yang mengatakan bahwa izin tambang tidak bisa dibagi-bagikan, tetapi harus dibagikan melalui proses lelang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi mana yang benar? Apakah membagikan ini sesuai peraturan per-UU atau rasa keadilan sosial? Dan apa memang benar kepala satgas yang berhak membagikan bukan Menteri ESDM?," kata Harris, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM di Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Bahkan kondisi ini juga menuai polemik, sejumlah ormas keagamaan menyatakan penolakannya. "Saya membaca unggahan lucu dari kalangan Kristen, yang kami butuh bukan izin tambang, tapi izin mendirikan gereja. Ini sinisme yang menyakitkan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kritik juga datang dari Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-P Deddy Sitorus. Ia menyoroti pernyataan Bahlil tentang memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan yang berjuang untuk republik.

"Kemudian saya terpikirkan banyak pihak lain yang berjuang berdarah untuk republik kita, di mana legion veteran Republik Indonesia, di sana yang nggak dapat (upah) bulanan. Mereka menderita, mereka juga langsung berdarah untuk republik ini pak," kata Deddy.

"Anak cucu para pahlawan dimana hak merek terhadap SDA itu, juga masyarakat di pinggiran tambang itu pak. Kapan mereka dihargai hak mereka juga menikmati kekayaan negara itu juga. Apakah ormas keagamaan ini quote unquote yang nggak berjasa dan katakanlah dalam konteks politik diperlukan?," sambungnya.

Menurutnya, justru keadilan yang paling mendasar dibutuhkan oleh masyarakat asli yang hidup di sekitar tambang. Masyarakat asli menurutnya punya hak atas Kawasan yang mereka duduki selama ribuan tahun.

Salah satunya seperti yang terjadi di Kalimantan Utara, di mana masyarakat tak mendapatkan apapun dari aktivitas ratusan kapal yang mengangkut batu bara untuk diekspor ke luar negeri.

"Karena tambang semua di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, nggak ada di Jawa. Keadilan itu harus berkeadilan jangan hanya adil dari sisi elit," ujarnya.

Bahlil-Jokowi Dapat Banyak 'Permintaan'

Merespons hal ini, Bahlil pun bercerita, sebelumnya ia dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap didatangi sejumlah pihak, baik individu maupun organisasi. Mereka membicarakan tentang Izin Usaha tambang (IUP) yang seringnya diberikan kepada asing dan pengusaha.

"Apa omongan mereka? 'Pak, kenapa IUP itu dikasih ke asing terus? Kenapa IUP itu hanya dikasih ke pengusaha terus? Kenapa tidak bisa dikasih? Itu aspirasi'. Yang kedua, secara filosofis, tidak bisa kita naifkan bahwa memang kontribusi dalam membangun negara itu banyak yang terlibat. Salah satunya organisasi-organisasi kemasyarakatan keagamaan di luar daripada person to person," jelas Bahlil, dalam kesempatan yang sama

Sementara dari sisi regulasinya sendiri, proses pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang memuat pemberian izin tambang kepada ormas ini sudah melalui mekanisme rapat koordinasi antara kementerian teknis, termasuk Kementerian ESDM.

"Setelah itu dirataskan. Baru keputusan ratas itu lahirlah PP dan dasar daripada PP sebagai pohon gantungannya itu adalah pada perubahan UU Minerba pasal 6 ayat 1 poin J. Nah sekarang pertanyaan, kenapa organisasi kemasyarakatan keagamaan duluan? Kan itu yang menjadi. Jadi kita berikan prioritas kepada mereka sebagai awal dulu. Awal kita lihat perkembangan yang kedua," jelasnya.

Ia menambahkan, Ormas Keagamaan sendiri telah memiliki badan otonom dan juga badan bisnis, sehingga bisa melakukan kolaborasi. Oleh karena itulah, ia menyatakan ketidaksetujuannya bahwa IUP harus diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar saja.

"Contoh NU membuat PT, yang dibuat oleh NU itulah IUP-nya kita kasih ke mereka. Dan ini sangat selektif, tidak gampang. Sebab apa? IUP itu tidak dapat dipindah-tangankan. Kalau dipindah-tangankan, jadi makelar kayak begitu. Bisa jual-beli, jual-beli. Ini nggak bisa Pak," papar Bahlil.

Kemudian terkait dengan apakah masyarakat adat dapat tambang, Bahlil menyebutkan, sesuai dengan Perpres 70 tahun 2023 tentang Pencabutan IUP, masyarakat adat akan diberikan UMKM Daerah.

"Koperasi, BUMDes. Itu saluran-nya nanti lewat Perpres 70 terhadap IUP yang dicabut, kita juga akan memberikan sebagai skala prioritas kepada mereka," pungkasnya.

(shc/kil)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat