matraciceni.com

Mau Ada Badan Sendiri, Penerimaan Negara Bisa Maksimal?

BUMN percetakan uang, Perum Peruri dibanjiri pesanan cetak uang dari Bank Indonesia (BI). Pihak Peruri mengaku sangat kewalahan untuk memenuhi pesanan uang dari BI yang mencapai miliaran lembar. Seorang petugas tampak merapihkan tumpukan uang di cash center Bank Negara Indonesia Pusat, kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (21/10/2013). (FOTO: Rachman Haryanto/detikFoto)
Foto: Rachman Haryanto

Jakarta -

Penerimaan negara secara umum mengalami penurunan, oleh sebab itu pemerintahan mendatang disarankan membentuk lembaga baru bernama Badan Penerimaan Negara dinilai menjadi solusi. Namun, apakah lembaga tersebut bisa meningkatkan penerimaan negara secara maksimal?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, awalnya menyampaikan bahwa penerima perpajakan Indonesia pada Mei 2024 merosot jika dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi dari kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hal ini dijelaskannya dalam konferensi pers APBN Kita pada Kamis (27/6/2024),

Melihat hal tersebut, Ketua Bidang Akuntabilitas Keuangan Negara Majelis Nasional KAHMI, Bisman Bhaktiar, mengatakan pemerintah perlu waspada. Sebab, salah satu penurunan penerimaan negara terlihat dari realisasi pajak yang baru menyentuh angka Rp 760,4 triliun atau 38,2% dari target. Angka ini masih jauh dari target pajak 2024 yang dipatok sebesar Rp. 1.988,9 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Bisman, merosotnya realisasi penerimaan negara terjadi karena kondisi makro ekonomi, sistem, pola, serta kelembagaan layanan penerimaan negara yang perlu dioptimalkan. Apalagi pemerintahan mendatang yang akan dipimpin Prabowo Subianto memiliki banyak program seperti makan bergizi gratis yang butuh anggaran Rp 70 triliun tahun depan, pengentasan kemiskinan ekstrem, termasuk peningkatan tax ratio menjadi 23%.

Berbagai program itu disebut Bisman tidak akan bisa tercapai jika tidak anggarannya. Sebab, kunci keberhasilan program dan pembangunan adalah anggaran yang bersumber dari penerimaan negara.

ADVERTISEMENT

"Hal ini penting bagi pemerintah, apalagi pemerintahan ke depan oleh Prabowo-Gibran yang mempunyai banyak program andalan untuk masyarakat dengan konsekuensi membutuhkan pembiayaan yang cukup dari APBN," kata Bisman dalam keterangan resmi dikutip Sabtu (29/06/2024).

"Belum lagi ditambah masalah kebocoran dan munculnya kasus-kasus korupsi yang juga membuat penerimaan negara semakin jauh dari yang diharapkan," sambungnya.

Walhasil, ia menilai pembenahan sistem dan kelembagaan layanan penerimaan negara perlu dilakukan. Salah satunya dengan konsolidasi kelembagaan pengelolaan keuangan negara.

Bisman mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal dan Cukai, sertai fungsi layanan PNBP utamanya dari sektor migas, pertambangan, serta sumber daya alam, bisa digabungkan dalam sebuah lembaga bernama Badan Penerimaan Negara.

Dengan konsolidasi kelembagaan tersebut, Bisman meyakini pengelolaan penerimaan negara akan lebih efektif, fokus, lincah, serta lebih transparan. Namun, ia mengatakan bahwa fleksibilitas dan kewenangan tersebut harus didukung dengan pembentukan Undang-Undang (UU).

Karenanya, Bisman menyarankan agar UU tentang Penerimaan Negara segera dibentuk. Tapi jika proses pembentukan UU terlalu lama, ia menilai pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menyiasati hal tersebut.

"Saya kira layak pemerintah mengeluarkan Perppu Penerimaan Negara karena ini sudah darurat, APBN terancam tidak bisa membiayai operasional negara dan banyaknya kebocoran potensi pendapatan yang perlu diselamatkan," pungkasnya.

(fdl/fdl)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat