matraciceni.com

Aplikasi Temu dari China Bikin Khawatir UMKM RI

China mulai membatasi barang impor dari Taiwan. Barang yang dibatasi tersebut sebagian besar yaitu produk makanan dan minuman.
ilustrasi/Foto: Getty Images/Annabelle Chih

Jakarta -

Kehadiran platform e-commerce dari China yakni Temu bikin khawatir pengusaha Usaha Micro Kecil Menengah (UMKM), pasalnya aplikasi tersebut menggunakan metode penjualan Factory to Consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen).

Metode tersebut dinilai bisa menggerus sektor industri lokal dan berimbas pada PHK massal, karena bisa memutus ruang pasar bagi afiliator atau distributor. Bukan tidak berlasan, sebab akhir-akhir ini di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal, terjadi badai PHK massal.

Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Sarman Simanjorang juga turut memberikan komentar. Ia mengatakan bahwa regulator harus cermat memperhatikan platform cross-border seperti itu. Apalagi ada persoalan mengenai harga yang terpotong jauh karena aplikasi tersebut bisa langsung memotong transaksi dari pabrik ke customer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus cermat memperhatikan platform seperti itu. Apalagi basisnya bisa dari pabrik langsung ke customer, harganya bisa terpotong jauh," tutur Sarman dalam keterangannya, Rabu (17/6/2024).

Ia juga menambahkan ancaman Temu bisa membahayakan UMKM dan industri di Indonesia, seperti produk garmen. Ia juga setuju bahwa polemik ini harus segera diantisipasi dengan peran kementerian teknis terkait.

ADVERTISEMENT

"Itu akan sangat mengancam UMKM dan industri kita. Misalnya produk garmen, itu kan bisa mengancam industri manufaktur. Kalo memang Menkop UKM sudah menyampaikan itu, Pak Menteri harus berkoordinasi dengan kementerian terkait seperti Kominfo dan Kemendag, supaya bisa dicegah," tutup Sarman.

Sementara itu, selaras dengan KADIN, Izzudin Al-Farras dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), berpendapat bahwa aplikasi Temu sejauh ini memang belum masuk ke Indonesia, tapi ia juga mengakui bahwa akan ada implikasi negatif dari aplikasi tersebut, terutama bagi sektor tenaga kerja dan UMKM.

"Implikasi lainnya tentu akan membuat pasar yang menghubungkan antara pabrik dengan konsumen menjadi kalah saing dan kemudian berdampak pada potensi penutupan pasar offline/online tersebut dan PHK pada karyawan pasar offline/online," ucap Farras.

PHK massal sebetulnya sudah dimulai sejak 2021 dan hingga kini masih bergulir. Diperkirakan jumlah pekerja yang terkena PHK akan terus bertambah dengan semakin maraknya barang-barang impor tekstil, sandang, dan sepatu yang membanjiri pasar dalam negeri. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga telah merilis jumlah PHK tahun 2024 (Januari-Maret). Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang menyumbang PHK cukup tinggi di Indonesia.

Maka dari itu, untuk mengantisipasi agar badai PHK tidak berlarut dan semakin mengancam tenaga kerja, pemerintah harus mengantisipasi ekses negatif dari penetrasi e-commerce seperti Temu, salah satunya dengan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi produk impor yang menyalahi ketentuan Permendag 31/2023 dan PMK 96/2023.

(rrd/rir)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat