matraciceni.com

Bos Bea Cukai Pamer Setoran Naik 3 Tahun Berturut-turut

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani (kiri) melihat langsung petugas Bea Cukai dan DHL melakukan pemeriksaan barang impor dalam pengawasan Bea Cukai di DHL Express Distribution Center-JDC di Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024). Kunjungan tersebut merupakan respons Bea Cukai atas beberapa kasus viral mengenai bea masuk yang harus dibayar dari sebuah barang kiriman dari luar negeri. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Dirjen Bea Cukai (Askolani) kemeja putih.Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL

Jakarta -

Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani melaporkan kinerja dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, penerimaan Bea Cukai mengalami tren kenaikan.

"Dalam 3 tahun terakhir, penerimaan Bea Cukai meningkat signifikan dibanding 2020. Kita bisa optimalkan mendekati Rp 300 triliun dalam 2 tahun terakhir," kata Askolani, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Bersama Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Dalam bahan paparan Askolani, Nampak pada tahun 2020 silam penerimaan bea cukai mencapai Rp 213 triliun. Kamudian angkanya naik pada 2021 menjadi Rp 269,2 triliun dan di 2022 menjadi Rp 317,8 triliun. Namun jumlah tersebut sempat mengalami penurunan pada 2023 lalu di posisi Rp 286,3 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Askolani mengatakan, pihaknya mampu mempertahankan kinerja tersebut di tengah gejolak ekonomi yang terjadi karena berbagai kondisi, Pertama, kenaikan Harga komoditas global, terutama Crude Palm Oil (CPO) di tahun 2021 dan 2022.

"Harga komoditi khususnya CPO, khususnya di 2021 dan 2022. Dalam dua tahun itu, kenaikan impor juga cukup tinggi, bisa mencapai double digit. Ini juga menjadi pemicu peningkatan ekonomi kita naik menuju 3-5% di 2021 dan 2022," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kemudian di 2023 importasi sedikit melambat dan harga CPO mengalami penurunan. Askolani menambahkan, dalam 3 tahun terakhir pihaknya juga konsisten melakukan intensifikasi cukai secara harmonis, sejalan dengan peningkatan penguatan kepabeanan.

Kemudian ari sisi bea masuk, trennya terus mengalami kenaikan sampai 2023. Hal ini terjadi meski importasi mengalami sedikit penurunan i 2023 akibat perlambatan ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS, Eropa, hingga China yang berlanjut sampai 2024.

Hingga April 2024, penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 1,3% secara tahunan (YoY), atau 29,8% dari target didukung dengan kebijakan hilirisasi, penyesuaian tarif cukai HT dan MMEA,serta pengawasan yang konsisten.

"Walau kita lihat importasi di 2023 minus 6,6%, tapi tarif efektif masih bisa bertahan di 1,3-1,4%," tuturnya.

Sementara dari sisi eba keluar, harga CPO yang tinggi mencapai US$ 1.100 per ton lebih di 2021-2022 menyebabkan penerimaan bea keluar naik signifikan. Namun harganya di 2023 kembali ke level US$ 830 per ton sehingga penerimaan bk mengalami penurunan,

"Tapi kemudian kita menjalankan kebijakan hilirisasi sehingga bea keluar tembaga mengalami kenaikan dan ini masih berlanjut di 2024," imbuhnya.

Lalu dari sisi Intensifikasi penerimaan cukai, penerimaannya juga masih naik, walaupun produksi rokok dalam 2 tahun terakhir bertumbuh sedikit negatif di level 3,3 dan 1,8. Askolani mengatakan, kondisi ini akan kita terus terpantau di 2024 sejalan dengan kebijakan multi years yang sudah dilakukan.

"Dan untuk MMEA kita lihat trennya naik pasca COvid. Tentunya pemulihan ekonomi dan wisatawan pasca Covid menyebabkan produksi daripada MMEA naik dan ini menyebabkan sampai 2023 penerimaan dari MMEA naik," kata dia.

Sedangkan itu, pihaknya juga konsisten melakukan tugas trade fasilitator untuk pelayanan ekspor impor. Sampai saat ini jumlah importir mencapai 72.615 dan eksportir 64.588.

"Nilai impornya bisa mencapai US$ 221 miliar, atau sekitar Rp 1.300 triliun. Kontribusinya kepada PDB kita. Dan nilai ekspor bisa mencapai US$ 258 miliar yang bisa mencapai Rp 3.000 triliun sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi kita," paparnya.

(shc/hns)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat