matraciceni.com

Iuran Tapera Disebut Bisa Gerus PDB RI hingga Pendapatan Pekerja

Iuan wajib Tapera
Foto: Dok. 20Detik

Jakarta -

Pemerintah tetap melanjutkan program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang berlaku 2027. Program tersebut akan memotong gaji pekerja sebesar 2,5% dan ditanggung perusahaan 0,5%.

Kebijakan tersebut pun masih mendapatkan penolakan dari kalangan pekerja hingga perusahaan. Program itu juga disebut akan memberatkan terutama di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menyampaikan bahwa kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp 1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha." kata Huda, dalam keterangannya, dikutip Senin (3/6/2024).

Huda juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi. Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan.

ADVERTISEMENT

"Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," terang Huda.

Kemudian, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira juga mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain." ungkap Bhima.

Untuk itu, terdapat setidaknya 7 rekomendasi untuk perbaikan Tapera antara lain. Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela.

Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesment imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana. Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK.

Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah. Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian.

Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia.

Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega-proyek yang berdampak kecil terhadap ketersediaan hunian seperti proyek IKN.

Sebagai informasi, masalah Tabungan Perumahan Rakyat mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera.

Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5% .

(ada/rrd)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat