Sepanjang 10 tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia menambah 61 bendungan baru sehingga secara kumulasi jumlahnya mencapai 300 bendungan. Namun jumlah ini sangat jauh dibandingkan dengan bendungan-bendungan yang ada di negara maju seperti China.
Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Endra S. Atmawidjaja mengatakan, sejak tahun 2014 sampai dengan saat ini, Indonesia membangun sebanyak 61 bendungan. Dari jumlah itu, 45 di antaranya sudah rampung, terakhir Bendungan Leuwikeris di Tasikmalaya dan Margatiga di Lampung.
"Total bendungan kita kurang lebih ada 300-an, ini jauh dibandingkan China yang punya 90.000 bendungan besar," kata Endra, dalam diskusi Mengawal 10 Tahun Pembangunan Infrastruktur, dikutip dari Youtube FMB9ID_IKP, Senin (2/9/2024).
Menurutnya, apabila ditambah dengan tampungan alami, seperti danau dan embung-embung di Indonesia, masih jauh sekali jumlahnya untuk memastikan tampungan air bisa menyediakan air sepanjang musim kemarau, serta menjamin irigasi pertanian.
"Jadi tampungan kita dengan bertambahnya bendungan, tapi ini masih sangat kurang dibandingkan China, Korea, negara-negara maju lainnya," ujarnya.
Selain bendungan, dalam 10 tahun terakhir pemerintah juga telah membangun 1,1 juta hektar jaringan irigasi baru, serta 4,4 juta hektare irigasi existing yang direhabilitasi.
"Ini kita juga harus mengetahui sawah-sawah kita yang jumlahnya sekitar 7,3 juta, baru 10% yang memiliki irigasi. Artinya sisanya masih sawah tadah hujan," imbuh dia.
Dengan demikian, menurutnya Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar untuk membangun jaringan irigasi. Harapannya, ke depan sawah-sawah di Indonesia terjamin pasokan airnya sepanjang tahun.
"Kita baru 10%, dengan tambahan 60 bendungan itu kita baru berhasil meningkatkan ke angka 19%, berarti 80% sawah kita masih tadah hujan," ujar Endra.
Endra menekankan, langkah pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur di 10 tahun terakhir sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara-negara maju.
"Infrastruktur keniscayaan persyaratan menjadi negara maju. Yang kita lakukan bukan untuk gagah-gagahan, untuk ambisi besar, tapi pada awal Kabinet Kerja 2014 betul-betul untuk mengejar ketertinggalan. Jadi kita tampak membangun banyak tapi kita belum cukup banyak kalau dibandingkan negara lain yang memang sudah masuk negara maju," tutup Endra.
(shc/das)