matraciceni.com

Kemenperin Ungkap Besarnya Potensi Kerugian Negara Imbas Rokok Ilegal

Petugas Bea dan Cukai melakukan pemusnhan rokok ilegal di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (03/05/2024). Sebanyak 298.000 batang rokok non cukai atau ilegal berbagai merek dan jenis hasil tangkapan tersebut dimusnahkan dengan cara dibakar. ANTARA FOTO/Rahmad/foc.
Foto: ANTARA FOTO/RAHMAD

Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti peredaran rokok ilegal di Indonesia. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, peredaran rokok ilegal ditafsir mencapai 7%.

Bahkan menurut laporan pihak industri, jumlah rokok ilegal yang beredar jauh lebih banyak. Menurutnya potensi kerugian negara karena rokok ilegal cukup besar, jika acuannya adalah pendapatan cukai.

Sebagai gambaran, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau hingga akhir 2023 mencapai Rp 213,48 triliun. Jumlah tersebut setara 91,78% dari target APBN

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemenperin saat ini juga sedang menggodok kemungkinan-kemungkinan bagaimana upaya untuk memperkecil ruang gerak di produksinya rokok ilegal. Kita menyadari 7% apabila dikalikan dengan cukai yang kita terima itu cukup signifikan nilainya," katanya dalam Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

"Jadi penerimaan negara yang harusnya bisa kita terima dari pengendalian rokok ilegal ini bisa diterima sepenuhnya oleh Kementerian Keuangan dari sisi cukainya, sehingga maksimal penerimaannya di tahun yang akan datang, target yang sudah ditetapkan bisa kita capai," tambahya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, kenaikan harga cukai rokok menjadi salah satu penyebab banyaknya rokok ilegal. Pasalnya, konsumen Indonesia cenderung mencari produk yang lebih murah sehingga membeli rokok ilegal.

"Dengan penetapan cukai yang cukup ketat ini, sudah mempengaruhi pasar dalam negeri kita. Tadi sudah disampaikan masyarakat Indonesia cukup sensitif dengan perubahan harga," tuturnya.

"Dan mereka mencari produk yang lebih murah, karena memang ini ada satu keinginan untuk merokok, yang jumlahnya menurut diskusi dengan teman-teman industri dengan 7% rokok ilegal yang tercatat resmi yang kita rilis, kalau dari industri hitungannya jauh di atas 7%, itu jumlah perokok itu masih tetap," lanjut di.

Merrijantij menegaskan industri ini harus diperhatikan oleh semua stakeholder, khususnya pengendalian terhadap rokok ilegal. Dalam hal ini Kemenperin berkoordinasi cukup intens dengan Ditjen Bea Cukai.

Kemenperin juga mengupayakan seluruh mesin pelinting sudah terdaftar. Namun, kata dia, ada kendala di level daerah sehingga belum dapat terlaksana dengan baik.

"Bagaimana upaya-upaya yang pertama untuk melakukan registrasi semua mesin pelinting. Memang aturan yang saat ini sudah ada pendelegasian untuk Pemda, di sisi lain memang belum terlaksana dengan baik, belum efektif melakukan registrasi. Dari sisi registrasi ini akan kita lakukan pengetatan-pengetatan, bagaimana registrasi mesin pelinting ini bisa kita awasi dengan baik, bisa semua terpantau di Bea Cukai sehingga mengurangi potensi produksi rokok-rokok ilegal," pungkasnya.

(ily/das)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat