Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar buka-bukaan soal ancaman pencucian uang gaya baru lewat aset kripto. Potensi pencucian uang yang bisa terjadi sebesar Rp 139 triliun.
Mahendra bilang OJK sebagai anggota tim Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) akan memantau soal hal ini. Utamanya, soal pemakaian rekening ataupun jasa dari lembaga keuangan yang berhubungan dengan aset kripto.
"Pada gilirannya nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal-hal tadi termasuk juga apakah penggunaannya beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan," ungkap Mahendra di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2024).
Di sisi lain, Mahendra mengatakan pihaknya juga masih mendalami lebih lanjut soal tata kelola aset kripto dan aset digital lainnya. Karena sejauh ini aset-aset ini masih tergolong sebagai instrumen keuangan dengan gaya baru.
"Sebenarnya esensinya tidak berbeda cuma terkait dengan digital asset dan kripto tentu sebagai produk baru kami perlu pahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul di situ," ujar Mahendra.
Dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan APU-PPT di Istana Negara, Jakarta Pusat, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan ada ancaman baru pencucian uang gaya yang menggunakan teknologi digital. Mulai dari aset virtual macam kripto dan NFT, aktivitas lokapasar, electronic money, hingga kecerdasan buatan atau AI.
Secara khusus Jokowi menyoroti data soal pencucian uang lewat aset kripto. Berdasarkan data Crypto Crime Report ada indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 triliun secara global.
"Teknologi sekarang ini cepat sekali berubah, bahkan data Crypto Crime Report menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto, ini sebesar US$ 8,6 miliar US Dollar di tahun 2022. Ini setara dengan Rp 139 triliun, secara global. Bukan besar tapi sangat besar sekali," ungkap Jokowi saat memberikan arahan dalam acara tersebut.
(hal/rrd)