matraciceni.com

Subsidi BBM Disebut Jadi Biang Kerok Masyarakat Ketagihan Beli Kendaraan

Kemacetan terjadi dari Lebak Bulus, Jakarta, menuju Ciputat, Tangerang Selatan. Kemacetan disebabkan volume kendaraan pada acara wisuda di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Foto: Andhika Prasetia

Jakarta -

Wacana Bappenas yang mengusulkan mengurangi subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum didukung sejumlah pengamat transportasi. Mereka menilai subsidi BBM menjadi penyebab masyarakat senang membeli kendaraan pribadi.

"Dengan disubsidi BBM jadi sangat murah menjadikan publik passion (bergairah) membeli kendaraan baru trus (mobil atau motor ) sehingga jalanan tambah macet, emisi karbon bertambah, lingkungan rusak. Semakin banyak volume kendaraan tanpa kontrol akan meningkatkan kecelakaan jalan," ucap Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang kepada , Kamis (30/5/2024).

Deddy kemudian menjelaskan bahwa ratusan triliun anggaran yang digelontorkan untuk subsidi BBM akan lebih produktif jika digunakan untuk membangun sejumlah infrastrutkur transportasi publik. Salah satunya yang berbasis rel, Deddy mengatakan infrastruktur itu bisa berguna selama 100 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia justru heran pemerintah harus berutang dengan sejumlah negara lain untuk membangun infrastruktur transportasi publik. Contohnya pembangunan MRT di mana Indonesia berutang Rp 16 triliun dengan Jepang, pembangunan Kereta Cepat Whoosh yang membuat Indonesia berutang sekitar Rp 100 triliun ke pemerintah China.

"Ini contoh untuk membangun infrastruktur malah berhutang tapi subsidi yang dibakar di jalan raya malah sia-sia bikin macet parah, (dampak lainnya) kualitas oksigen udara semakin buruk karena subsidi BBM yang beroktan buruk Ron 90 dan akan kecelakaan meningkat," bebernya.

ADVERTISEMENT

Oleh sebab itu, Deddy menilai pemerintah harus menggunakan strategi push dan pull dalam mendorong pengembangan transportasi publik. Push adalah membatasi pengunaan kendaraan pribadi, sementera pull adalah menarik minat masyarakat menggunakan angkutan umum.

"Cek saja MRT yang beroperasi sejak 2019 masih sulit meraih load faktor 100 % karena memang tidak ada pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi sangat beragam salah satunya adalah BBM yg mahal," tuturnya.

Senada, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, mengatakan bahwa jumlah pengunaan pribadi di Indonesia sudah sangat tinggi khususnya untuk motor.

Berdasarkan catatannya, pengguna kendaraan bermotor sudah mencapai angka 84,5% dari total pengunaan kendaraan pribadi. Untuk mengurangi polusi dan kemacetan, masyarakat harus didorong menggunakan transportasi publik. Kelak, ketersediaan transportasi publik diharapkan bakal seiring sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membatasi kepemilikan motor.

Jika subsidi BBM betul-betul dikurangi, Djoko pun melihat pemerintah pusat bisa mengalokasikan PSO kepada pemerintah daerah lewat Kementerian Perhubungan atau Kementerian Keuangan. Menurutnya, wacana pengurangan BBM subsidi tepat karena sudah saatnya masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di perkotaan, mengurangi ketergantungan terhadap ketergantungan kendaraan pribadi khususnya motor.

"Disediakan dulu (transportasi publik), baru ditarik (jumlah motor yang beredar dengan peraturan pembatasan motor). Tapi sayangnya ada juga beberapa kota yang tidak mendukung (transportasi publik), padahal minimal bisa pegawai negerinya disuruh naik transportasi publik. Itu paling gampang," imbuhnya.

(rrd/rir)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat