"Sebuah studi menunjukkan bahwa skenario terburuk dari perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan PDB hingga 10% pada 2025. Angka ini cukup besar," kata Sri Mulyani dalam acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (6/9/2024).
Ancaman itu menghantui saat pemerintah sedang berusaha untuk meningkatkan PDB sebesar 3% pada 2024 dan 2025.
"Jadi menghilangkan atau mengurangi 10% dari PDB tentu saja merupakan konsekuensi yang sangat besar tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi terutama pada perjuangan kita melawan kemiskinan dan juga menciptakan lapangan kerja, terutama bagi generasi muda," tuturnya.
Dalam perjanjian Paris, para kepala negara berkomitmen untuk memitigasi pemanasan global hingga 1,5 derajat. Nyatanya, saat ini dunia sudah berada di 1,45 derajat lebih hangat dari tingkat pra industri.
"Jadi ada konsekuensi dari pemanasan iklim ini. Jika kita gagal menahan kenaikan suhu global ini, maka akan menimbulkan konsekuensi ekonomi yang sistemik dan juga bencana," ucapnya.
Selain itu, Sri Mulyani menyebut dampak ekonomi dari perubahan iklim dapat memicu ketidakstabilan sosial-politik, di mana masyarakat miskin atau paling miskin akan lebih banyak menanggung akibatnya. Hal itu dapat menciptakan kesenjangan sosial dan lebih banyak ketegangan politik.
"Jadi kami memahami bahwa perubahan iklim perlu diatasi. ASEAN, dalam hal ini, sebagai sebuah kawasan, seperti yang telah saya katakan, kita tetap bersemangat, kita juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang merupakan sebuah ketahanan, namun kita juga tidak lepas dari ancaman perubahan iklim dan juga ancaman geopolitik," ucapnya. (aid/kil)