matraciceni.com

Ini Penjelasan Sri Mulyani Kenapa Kuliah di Negara Nordik Bisa Gratis

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengumumkan APBN masih surplus Rp 22,8 triliun per 15 Maret 2024. Pengumuman disampaikan dalam jumpa pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati - Foto: Agung Pambudhy

Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan kenapa sistem pendidikan di negara Nordik bisa gratis sampai perguruan tinggi. Hal itu karena negara di kawasan Utara Eropa itu menerapkan pajak yang tinggi.

Sri Mulyani mengatakan pajak yang diterapkan di negara-negara Nordik bisa sampai 70%. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini karena pasti ada yang perlu dibayar lebih mahal.

"Saya jadi Menteri Keuangan tuh sering juga orang-orang menyeletuk 'mbok ya kayak Nordic Country itu lho, segala macam bebas sampai perguruan tinggi, dari lahir sampai perguruan tinggi dia nggak perlu bayar apa-apa'. Memang anak itu nggak bayar, yang bayar itu orang tuanya, tax-nya bisa 65-70% dari income mereka," kata Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (30/5/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Aku pernah punya teman di Bank Dunia, dia dari Finlandia. Saya tanya, how much tax you pay? Oh, around 70%. Jadi kalau kamu dapat US$ 100 ribu, kamu cuma dapat US$ 30 ribu? Iya," tambahnya.

Jika ingin jaring pengaman sosial berupa pendidikan gratis sampai perguruan tinggi, kata Sri Mulyani, masyarakat harus siap dengan potongan pajak yang lebih besar.

ADVERTISEMENT

"Orang anggap itu semuanya gratis, nggak ada yang bayar. Di dunia nggak ada yang gratis, pasti ada yang bayar. Dalam hal ini, if you want to create social safety net seperti di Nordic Country, then you have prepare for a very big high income tax," ucapnya.

Menurut Sri Mulyani, kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu risiko terbesar bagi Indonesia. Jika kualitas SDM tidak ditingkatkan, justru akan menjadi beban negara.

"Kalau kita lihat risiko bagi Indonesia yang paling besar tetap pada kualitas SDM-nya. SDM itu potensi karena Indonesia demografinya muda, tapi dia bisa menjadi risiko liability pada saat SDM-nya tidak ditingkatkan. Makanya kita selalu debat, bagus bicara tentang kesehatan, pendidikan, jaminan sosial. Pada saat demografi kita masih muda, debat itu menurut saya baik dan sehat," imbuhnya.

(aid/kil)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat