matraciceni.com

Ini Kabar Buruk yang Dibawa Sri Mulyani Usai dari AS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih surplus.
Foto: Amel/

Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa sejumlah kabar buruk usai melakukan kunjungan kerja di Amerika Serikat (AS). Sebagaimana diketahui, Sri Mulyani baru saja menghadiri pertemuan G20 dan IMF-World Bank Spring Meetings.

Ia mengatakan, dari pertemuan itu diketahui jika perekonomian global masih diwarnai risiko.

"Pertama, untuk pertemuan IMF-World Bank dan G20 dominasi mengenai kondisi outlook global dan risiko ekonomi global itu sangat besar. Ini artinya dari sisi situasi, kondisi, mood dan fokus dari para pembuat kebijakan di bidang keuangan negara dan moneter sangat tersita oleh downside risk atau risiko yang besar dari perekonomian global," katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (26/4/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari materi yang ia sajikan, tertulis, prospek ekonomi global diperkirakan masih lemah dan stagnan di level 3,2% di tahun 2024 dam 2025. Serta, masih diwarnai beberapa downside risks.

Risiko tersebut, pertama, eskalasi tensi geopolitik terutama konflik di Timur Tengah. Kedua, high for longer dan kemungkinan penundaan penurun suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

ADVERTISEMENT

Ketiga, gejolak di pasar keuangan global mengakibatkan capital outflow dan depresiasi nilai tukar lokal, khususnya emerging markets.

"Kondisi ekonomi Amerika di mana Fed Fund rate-nya masih bertahan higher for longer, penurunan suku bunga tidak terjadi secepat dan sedrastis yang dibayangkan dan ini menimbulkan gejolak pasar modal, pasar uang dan arus modal terutama nilai tukar, capital outflow terjadi di semua negara, baik emerging maupun advance di luar Amerika," katanya.

"Ini mempengaruhi dolar indeks yang menguat, nilai tukar mata uang lain menjadi lebih lemah atau terkoreksi, hingga suku bunga lebih tinggi dan capital outflow dan nilai tukar menjadi fokus pembahasan yang sangat besar," imbuhnya.

Keempat, tingginya cost of borrowing dan depresiasi nilai tukar menyebabkan beban utang meningkat (debt distress) di banyak negara. Sri Mulyani menerangkan, banyak negara berkembang di G20 situasi APBN-nya tidak baik. Sebab, defisit dan rasio utangnya sudah tinggi akibat pandemi dan berbagai kebijakan mereka.

"Sehingga situasi dengan nilai tukar yang terkoreksi dalam, plus suku bunga tinggi di banyak negara termasuk negara-negara emerging G20 sangat memberatkan fiskal mereka, cost of borrowing mereka meningkat. Ini yang tentu menjadi tema yang menyerap perhatian terbesar dari menteri-menteri keuangan dan gubernur bank sentral," ujarnya.

(acd/rrd)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat